jump to navigation

Kisah Tukang-tukang bangunan November 3, 2007

Posted by vetamandra in bangun rumah, tulisan ra nggenah, Veta banget.
trackback

Mau bangun rumah? ya carinya tukang bangunan dong. Secara garis besar tukang dibedakan menjadi 2:

  1. tukang : artinya dia benar-benar tukang, bisa memasang batu-bata, bisa memasang pondasi, memasang sloof, memasang lain-lainnya. Orang yang berkuasa atas segala sesuatu di dalam urusan membangu rumah.
  2. laden tukang : laden adalah orang yang meladeni (melayani) tukang, dalam artian mengaduk-aduk campuran semen, mengantarkan adukan semen ke tukang. pokoknya tukang tinggal terima jadi dari laden

Perbedaan lain antara tukang dan laden adalah gaji (jelas to) selisih gaji antara tukang dan laden kira-kira 5-10 ribu. Laden yang sudah lama menjadi laden, bisa naik kelas menjadi tukang, pengalaman membuktikan kemampuan!

Hari Sabtu adalah hari yang paling ditunggu-tunggu oleh para tukang dan laden. Kenapa? kebanyakan mereka dibayar perminggu, jadi misal, anda hari Sabtu sore sedang pas jalan-jalan, eh ndilalah ketemu gerombolan bersepeda sedang bersiul-siul, bernyanyi campursari, dengan senyum tersungging. Dapat dipastikan bahwa anda sedang menjumpai segerombolan tukang yang baru saja pulang dari tempat kerjaan.

Tukang yang bekerja pada Pak-e kalau habis gajian hari sabtu, pasti hari seninnya tidak berangkat. Dengan alasan “Duitnya belum abis” Aneh juga, kerja cari duit. langsung duitnya dihabiskan. Lalu kerja lagi, ngabisin duit lagi. Dan arah lari uang itu, ya ke konsumsi atas suatu barang. Denger-denger sih malah buat beli “minum”. Terus gimana ya buat menghentikan pola konsumtif mereka. Kalau menurut saya sih dengan kawin. Karena dengan menikah setidaknya mereka mempunyai seseorang yang akan diberi tanggung jawab. Masalahnya adalah kalau mereka tidak punya tanggung jawab.

Mengamati tukang, akhir-akhir ini menjadi pekerjaan yang menyenangkan, bisa mendengar  tukang bercerita,  kadang malah bernyanyi, menikmati pekerjaan yang mereka lakukan.

dsc00268.jpg

Apakah mereka menginginkan kehidupan  yang lebih baik? atau mereka telah menyerah dengan menjadi tukang dan mengharapkan kepada anak-cucu untuk menaikkan derajad kehidupan

pak nek udan mbok yo-o tetep kerjo

Komentar»

1. Andri Setiawan - November 3, 2007

tukangmu seko ngendi to? apa daerah mBantul juga?

===============================================================

tukang saya dari mBantul, daerah potorono, banguntapan. Ya cuma 5 km-an

2. PITA - Januari 3, 2008

Jadi ingat, waktu kecil saya dulu… setiap saya bersepeda ria sore hari di area rumah saya, pasti saya ketemu dengan gerombolan tukang yang juga bersepeda ria, cuma bedanya sepeda mereka sepeda jengki atau kalo ditempat saya terkenal dengan sebutan “sepeda kebo” n saya bersepeda federal pemberian teman bapak saya.
Tiap pagi berangkat sekolah saya juga selalu ketemu gerombolan tukang yang bersepeda, tapi saya suka darah tinggi soalnya mereka gerombolan mereka suka bikin macet jalan.
Trus saya juga inget, sering saya diajak bapak untuk bertemu para tukang yang sedang bangun rumah (kebetulan bapak saya juga tukang). Dan yang paling berkesan, kalo dirumah saya ada tukang yang sedang kerja saya pasti suruh bantu mereka untuk angkat batu kali, batu bata pokoknya bapak selalu bilang “ayo latian jadi tukang” eh…akhirnya sekarang saya jadi tukang beneran “tukang ndengerin curhatan masalah orang”

3. mulyadi - Juni 1, 2008

aku tukang dari malang

4. Farrah - Maret 3, 2009

Hadouh . Pcr aq seorang tukang .
Hah ..

5. Ensanez (david) - Juni 8, 2009

hay . .

6. aan - November 5, 2009

kira2 jasa tukang perhari berapa yaa?


Tinggalkan Balasan ke Andri Setiawan Batalkan balasan